Potensi perikanan Indonesia hilang 40 persen
Rabu, 24 Oktober 2012 23:08 WIB | 1274 Views
Kurang lebih 40 hingga 50 tahun ke depan, 40 persen ikan-ikan di Indonesia akan hilang karena menuju perairan di wilayah sebelah utara,"
"Kurang lebih 40 hingga 50 tahun ke depan, 40 persen ikan-ikan di Indonesia akan hilang karena menuju perairan di wilayah sebelah utara," kata Manajer Regional Project Arafura and Timor Seas Ecosystem Action, Tonny Wagey di Jakarta, Rabu.
Prediksi tersebut muncul berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap suhu rata-rata air laut, aspek kandungan kimia dan ketersediaan makanan bagi biota laut, kata Tonny.
Oleh karena itu, diperlukan sejumlah antisipasi dini untuk menghindari ancaman ketahanan pangan dari sektor perikanan.
Salah satunya dengan mengembangkan teknologi budidaya perairan, seperti penangkaran ikan untuk mencukupi permintaan pasar akan salah satu sumber protein hewani dari laut itu, kata Tonny.
"Selain itu, diperlukan pula program diversifikasi protein untuk menekan jumlah konsumsi ikan yang berlebihan," kata Tonny.
Ancaman perubahan iklim terhadap ketahanan pangan, khususnya dari sektor perikanan sangat nyata, demikian ungkap Direktur Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Air Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Edvin Aldrian.
Dalam diskusi yang digelar oleh pusat kebudayaan Amerika Serikat AtAmerika di Jakarta itu, Edvin mengatakan peningkatan suhu Bumi berpengaruh juga terhadap peningkatan suhu air laut.
"Jadi, air laut itu seperti kue lapis. Bagian atas bersuhu hangat, semakin ke dalam semakin dingin," kata Edvin.
Jika suhu air laut menghangat, maka ikan-ikan tertentu yang cocok terhadap suhu yang lebih dingin, maka akan tinggal lebih dalam lagi karena mempunyai suhu yang lebih dingin. Hal tersebut akan menyulitkan para nelayan karena mereka harus mencari ikan ke laut yang lebih dalam lagi.
Dalam kesempatan yang sama, pakar kelautan dari National Oceanic and Atmospheric Administration Amerika Serikat, Michael McPhaden mengatakan laut berfungsi sebagai penyerap suhu bumi.
"Panas berlebih yang terkumpul di planet ini menuju ke laut. Laut menyerap 90 persen dari panas berlebih tersebut sehingga suhu air laut meningkat dan permukaan air laut bisa bertambah tinggi," kata McPhaden
Suhu air laut yang meningkat juga menyebabkan pemutihan terumbu karang, yang bisa mematikan karang tersebut.
Sebagai dampaknya, terumbu karang tidak bisa ditinggali oleh sekaligus digunakan sebagai tempat berkembang biak biota laut.
Gejala pemanasan global dan perubahan iklim yang disebabakan oleh akumulasi gas karbon dioksida di atmosfer tersebut nyata serta memiliki dampak fisik dan non-fisik bagi masyarakat di seluruh dunia. "Tinggal bagaimana kami meresponnya," kata Edvin sependapat dengan McPhaden.
(A059/A013)
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2012Sumber Daya Perikanan sebagai Tulang Punggung Perekonomian Indonesia
OPINI | 16 June 2012 | 15:07 Dibaca: 1730 Komentar: 4 1 bermanfaat
Sumberdaya dan potensi Indonesia
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan
alam yang luar biasa banyaknya. Luas laut Indonesia dua pertiga dari
daratannya. Total luas laut Indonesia adalah 3,544juta km2 (Perikanan
dan kelautan dalam angka,2010). Indonesia juga memiliki garis pantai
terpanjang kedua didunia setelah Kanada dengan panjang 104 ribu km
(Bakokorsunal, 2006). Selain garis pantai yang panjang, Indonesia
memiliki jumlah pulau terbanyak yaitu 17.504 pulau yang tersebar dari
sabang sampai merauke (kemendagri, 2008). Maka, dengan gambaran
sumberdaya alam yang melimpah di laut dan pesisir sudah selayaknya
pembangunan Indonesia berorientasi pada maritim.
Dalam sektor perikanan Indonesia memiliki
potensi yang sangat besar. Potensi sumberdaya perikanan baik perikanan
tangkap, budidaya laut, perairan umum dan lainnya diperkirakan
mencapai US$ 82 miliar per tahun. Potensi perikanan tangkap mencapai
US$ 15,1 miliar per tahun, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar
per tahun, potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar per tahun,
potensi budidaya tambak sebesar US$ 10 miliar per tahun, potensi
budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar per tahun, dan potensi
bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar per tahun. Potensi tersebut
masih dari sumdaya alam belum termasuk produk lebih lanjut.
Perikanan juga memberikan lapangan kerja yang
tidak kecil. Sektor perikanan mampu menyerap tenaga kerja langgung
sebanyak 5,35 juta orang yang terdiri dari 2,23 juta nelayan laut,0,47
juta nelayan perairan umum,dan 2,65 juta pembudi daya ikan. Sedangkan
orang yang bergantung pada sector perikanan dari hulu (penangkapan dan
budidaya) sampai hilir (industry, perdangan, jasa,dll) cukup banyak
yaitu 10,7 juta.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) nilai ekspor perikanan Indoneisa dari tahun ketahun
cenderung meningkat. Ditahun 2009 nilai ekspor perikanan Indonesia
mencapai 2,5 millar USD dan ditahun 2010 meningkat menjadi 2,8 millar
USD. Selain itu angka konsumsi ikan perkapita Indonesia juga semakin
meningkat. Ditahun 2009 konsumsi ikan masyarakat Indonesia mencapai 29,
08 kg perkapita/thn dan meningkat ditahun 2010 menjadi 30, 48 kg
perkapita/thn. Hal ini menunjukkan bahwasanya masyarakat Indonesia sadar
akan pentingnya kebutuhan protein khususnya hewani.
Berdasarkan berbagai potensi perikanan
Indonesia dan peluang yang dapat dicapai maka sudah selayaknya
pemerintah menitik beratkan pembangunan perikanan demi kesejahteraan
bangsa. Diharapkan dengan pembangunan perikanan yang berkelanjutan mampu
mendongkrak perekonomian nasional dan mengentaskan rakyat dari garis
kemiskinan.
Tantangan dan Permasalahan
Berbagai potensi yang dimiliki Indonesia yang
sangat besar tersebut sanggupkah pemerintah bersama rakyat
mengelolanya menjadi suatu kekuatan besar. Mungkin itu adalah pertanyaan
menggelitik yang seharusnya dapat kita jawab. Masalah sanggup atu tidak
itu sebenarnya tergantung yang mengelola.
Beberapa tantangan yang muncul ditengah
potensi perikanan yang dimiliki Indonesia seperti adanya Illegal
Fishing, harga Ikan yang rendah, rendahnya mutu hasil perikanan. Menurut
pandangan penulis Illegal Fishing merupakan masalah laten yang
dihadapai bangsa ini. setiap tahun, sumberdaya kita di bombardir Negara
lain. Mereka dengan sengaja mencari ikan diperairan Indonesia. Dengan
menggunakan peralatan yang lengkap dan kapal yang besar mereka menjarah
sumberdaya alam diperairan Indonesia. Jika ini terus dibiarkan, bukan
tidak mungkin sumberdaya yang dimiliki Indonesia akan semakin berkurang.
Ditambah lagi beberapa periaran di Indonesia yang telah mengalami over
Fishing. Beberapa perairan di Indonesia yang tengah berada pada lampu
merah atau over fishing seperti laut Jawa, Samudra Hindia, laut Sumatra,
dll. Penyebab Illegal fishing sangat kompleks mulai dari luas peraian
Indonesia yang besar, keamanan yang lemah dan nelayan kecil yang tak
mampu menjangkau sumberdaya ikan di laut bebas. Luas peraian yang besar
ditambah adanya pengamanan yang lemah dari pemerintah menjadi jalan
masuk terjadinya illegal fishing. Pengamanan yang lemah ini dikarenakan
armada yang dimiliki Indonesia dalam menjaga keamanan pereiaran sangat
minim. Selain itu rendahnya jangkauan melayan diperairan lepas
menjadikan sumberdaya yang dimiliki Indonesia tidak bisa termanfaatkan
makasimal. Pada tahun 2010, dari 590.352 kapal ikan Indonesia, hanya
6.370 unit kapal (kurang dari 2%) yang tergolong modern (kapal motor
berukuran di atas 30 GT). Sedangakan kapal motor yang beroperasi
sebanyak 155.992 unit (26%). Selebihnya, 238.430 unit (40%) berupa
perahu motor tempel (outboard motor) dan 189.630 unit (32%) berupa
perahu tanpa motor yang hanya menggunakan layar dan dayung (KKP, 2010).
Berdasarkan data tersebut maka sumberdaya yang dimiliki Indonesia tak
dapat dimanfaatkan dan dilkelola dengan maksimal oleh para nelayan. Dan
yang sangat fatal, malah Negara lain yang memanfaatkannya.
Adanya rantai perekonomian yang masih di
kuasai dan dikendalikan oleh tengkulak dan para juragan membuat harga
ikan tidak stabil dan bahkan kadang sangat rendah. Rendahnya harga ini,
ditengarai permainan tengkulak yang telah mengakar sejak turun-temurun.
Ditambah lagi tidak adanya peran pemerintah dalam menstandarkan harga
untuk melindungi nelayan maupun pembudidaya menjadikan nelayan menjadi
objek yang selalu dirugikan. Walaupun sekarang di Tempat Pelelangan Ikan
(TPI) telah diterapkan penjualan hasil tangkapan dengan cara pelelangan
namun belum memberikan dampak yang signifikan. Ikan-ikan yang
berkualitas rendah dihargai seadanya. Sehingga para nelayan menjadi
merugi karena hasil penjualan tidak cukup untuk menutup biaya
penangkapan (produksi).
Kebijakan kementerian kelautan dan perikanan
(KKP) yang baru yaitu Industrialisasi perikanan menjadikan dilema
dikalangan para pelaku usaha kecil (nelayan dan pembudidaya). Kebijakan
tersebut menegaskan bahwasanya adanya kegatan perikanan dari hulu
(nelayan dan pembudidaya) ke hilir (pengolahan dan pemasaran) yang
merata. Kebijakan Industrialisasi Perikanan ini memaksa adanya suplai
bahan baku yang kontinyu dari hulu untuk kegiatan pengolahan. Sumberdaya
alam di laut yang tidak menenu dan minmnya armada perikanan yang dapat
menjangkau untuk eksploitasi laut lepas mengakibatkan suplai bahan baku
tidak stabil. Ditambah lagi banyaknya perairan di Indonesia yang
mengalami over fishing. Maka dari itu pemerintah melakukan kebijakan
import bahan baku dari negara-negara lain. Total import perikanan
ditahun 2009 mencapai 331.893 ton , sedangkan ditahun 2010 mencapai
369.282 ton. Yang sangat miris dari 75 jenis ikan yang diimport 40
jenisnya ada di Indonesia. Namun yang terjadi dilapangan sering dijumpai
ikan yang diimport masuk kepasar tradisional. Sehingga harga ikan dari
para nelayan maupun pembudidaya akan jatuh. Selain itu terjadinya
beberapa kasus yang terjadi dimana ikan yang diimport mengandung bahan
yang berbahaya seperti formalin.
Perikanan kedepan
Pengendalaian illegal fishing oleh kapal
asing harus segera ditangani. Jika tidak akan menjadi masalah yang
pelik. Pemerintah sudah selayaknya meningkatkan keamanan daerah
perairan. Dengan meningkatkan armada laut untuk menjaga keamana perairan
Indonesia akan mampu mengurangi adanya Illegal Fishing. Selain itu
pemerintah bersama masyarakat (nelayan) diharapkan dapat bekerjasama
dalam mengahalau setiap tindakan yang menjurus kepada kerugian negara
oleh negara asing. Dengan adanya kerjasama tersebut maka diharapkan
sumberdaya yang dimiliki Indonesia dapat dinikmati oleh bangsa Indonesia
sendiri. Masih rendahnya armada laut yang beroperasi dilaut lepas harus
ditingkatkan. Hal ini mengingat sumberdaya didaerah pesisir semakin
berkurang. Tak ada pilihan lain kecuali meningkatkan armada untuk
menjangkau sumberdaya zona ekonomi eksklusif (ZEE). Adanya program KKP
yaitu bantuan seribu kapal diharapkan akan mampu memberikan solusi dalam
peningkatan produksi. Bantuan berupa kapal dengan kapasitas 30 GT
tersebut sangat membantu nelayan dalam melakukan kegiatan penangkapan.
Masih adanya system monopoli yang dilakukan
oleh para juragan dan tengkulak harus segera diatasi. Pemerintah
sebaiknya membuat regulasi yang menguntungkan masyarakat nelayan maupun
pembudidaya. Selain itu, sebaiknya pemerintah melindungi harga ikan
dipasaran seperti harga gabah dalam pertanian. Dengan melindungi harga
ikan, diharapkan para nelayan dan pembudidaya dapat menikmati hasil yang
telah dilakukan. Sehingga kesejahteraan para nelayan dan pembudidaya
dapat dicapai. Setelah regulasi dan pengendalian harga, sebaiknya
dilakukan Pengawasan dan operasi pasar untuk mengurangi adanya oknum
yang nakal dalam kegiatan perikanan.
Import ikan yang terjadi harus diminimalisir
dengan meningkatkan produksi bahan baku. Jika berbagai upaya yang
tertera diatas telah dilakukan dengan baik, maka import ikan otomatis
akan dapat diminimalisir. Namun yang penting, pemerintah melakukan
pengawasan yang ketat terhadap import ikan agar nantinya tidak jatuh
dipasar tradisional. Selain itu, pembentukan regulasi yang ketat dalam
kegiatan import akan mampu menekan kegiatan import ikan. Sebenarnya jika
pemerintah memanfaatkan dan memaksiamlakan sumber daya yang ada di
Indonesia timur (Maluku,Sulawesi) maka import ikan akan dapat ditekan.
Dengan dalih biaya operesional yang mahal, maka pemerintah lebih senang
melakukan import daripada memanfaatkan sumber daya sendiri. Karena
dengan melakukan import harganya jauh lebih murah jika mendapatkan dari
nelayan sendiri karena jarak antara Indonesia timur dengan pusat
pruduksi sangat jauh dan membutuhkan biaya yang cukup besar. Sehingga
kebijkan importlah menjadi solusi dini dalam kegiatan industrialisasi
perikanan saat ini.
Kesimpulan
Potensi perikanan yang mencapai 82 millar U$D
yang dimiliki negara ini, jika dikelola dengan baik, bertanggung jawab
dan berkelanjutan akan mampu menjadi tulang punggung perekonomian
nasional. Dengan membuat regulasi yang tepat dan berpihak kepada para
pelaku usaha kecil (nelayan dan pembudidaya) akan mampu meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Selain adanya peluang usaha maka, perikanan akan
mampu memberikan lapangan kerja yang besar sehingga dapat mengentaskan
pengangguran dan kemiskinan.
Sarjana Perikanan Didorong untuk Kembangkan Potensi Perikanan Indonesia
[Unpad.ac.id, 19/09/2012] Sebagai negara maritim, potensi perikanan di Indonesia sangat besar. Namun, potensi tersebut masih banyak yang belum tergarap. Di Jawa Barat misalnya, masih banyak perairan dan lahan-lahan yang bisa dijadikan budidaya perikanan. Perlu ada upaya untuk memaksimalkan potensi tersebut, salah satunya ialah dengan melakukan industrialisasi budidaya perikanan.Menurut Ir. Alfida Ahda, MM., dari Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, potensi lahan perairan di Indonesia yang bisa dimanfaatkan untuk sektor perikanan ialah sebesar 8,36 juta hektar. Sementara untuk potensi budidaya ikan air tawar dan payau sendiri mencapai 1,3 juta hektar, yang terdiri dari 775 ribu hektar potensial. Budidaya di laut sendiri baru dimanfaatkan sedikit, yakni baru 1,1 % berdasarkan data tahun 2007.
“Padahal, budidaya di laut pun bisa dikembangkan apa saja, seperti rumput laut, kerang ataupun mutiara,” jelas Alfida saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional “Be the Engineering of Aquaculture”, Selasa (18/08) di Aula Dekanat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unpad.
Menilik pada potensi keanekaragaman hayati, sekitar 45% spesies ikan di dunia ada di Indonesia. Dari jumlah tersebut, masih banyak ikan spesies kultivar yang belum banyak dibudidayakan. Apalagi ditunjang dengan iklim tropis yang dapat menunjang pertumbuhan ikan lebih cepat sehingga bagus untuk menjadi lahan budidaya.
“Dari segi Sumber Daya Manusianya pun sebenarnya cukup menunjang,” tambah Alfida.
Meskipun begitu, kendala yang harus dihadapi untuk menggalakkan program tersebut ialah kurang tersedianya sarana dan prasarana penunjang. Sektor upah bagi buruh budidaya pun masih relatif rendah. Alfida berharap hal tersebut bisa diantisipasi dengan baik, termasuk menaikkan upah buruh.
Senada dengan Alfida, Soni Husni Faried, petani ikan yang juga menjadi pembicara dalam seminar ini mengemukakan gagasannya. Alumnus FPIK Unpad ini juga mengimbau kepada mahasiswa FPIK agar mampu mengamalkan ilmunya dengan terjun langsung ke dunia usaha perikanan. Mengingat, usaha perikanan merupakan usaha yang butuh penanganan yang serius.
“Selama ini, pelaku usaha perikanan dimotori oleh kelompok menengah kebawah. Jumlah sarjana perikanan yang terjun ke dunia usaha perikanan pun sangat sedikit,” ungkap Soni.
Seminar Nasional ini digelar oleh Kelompok Kegiatan Mahasiswa (KKM) Komunitas Mahasiswa Budidaya (Karamba) FPIK Unpad. Diharapkan melalui seminar ini, mahasiswa FPIK dapat didorong untuk mengembangkan dan memajukan sektor perikanan di Indonesia.
“Semoga mahasiswa FPIK dapat ilmu tambahan agar bisa diterapkan di dunia usaha perikanan nantinya,” harap Reva Anjar, Ketua Pelaksana Seminar Nasional ini.*
Laporan oleh: Arief Maulana/mar*